YOGYAKARTA—Dibandingkan daging dan ikan, telur ayam lebih direkomendasikan sebagai menu utama dalam pemberian bantuan kepada keluarga risiko stunting karena lebih praktis dan efektif. Telur tidak cepat busuk dibanding ikan dan daging, lebih murah, mudah didapatkan, juga tingkat penolakan anak untuk mengkonsumsi yang kecil.
Selain kekurangan protein, kekurangan zat besi juga menyebabkan stunting. Kekurangan zat besi menghambat pembentukan hemoglobin (protein penyusun sel darah merah), mengakibatkan anemia yang meningkatkan resiko stunting. Sama seperti protein hewani terbukti lebih efektif dan cepat memperbaiki gangguan pertumbuhan dibanding protein yang berasal dari tumbuhan, maka zat besi yang berasal dari hewan (disebut zat besi heme) juga terbukti lebih cepat diserap tubuh untuk pembentukan hemoglobin.
Kini ada jenis telur ayam khusus yang kandungan protein dan zat besinya lebih cepat diserap tubuh sehingga diyakini lebih efektif mencegah stunting dan memperbaiki status gizi anak. Telur tersebut dikenal dengan nama telur fungsional yang dihasilkan oleh ayam bahagia.
Disebut telur fungsional karena zat besi heme yang dikandungnya lebih mudah diserap dari telur ayam biasa dan zat besi yang berasal dari tanaman. Sekitar 15–35% zat besi heme dari telur fungsioanal yang dikonsumsi akan langsung diserap dan dimanfaatkan dalam metabolisme tubuh. Sedangakan pada zat besi nonheme (yang berasal dari tumbuhan/sayuran) penyerapannya lebih rendah, hanya sekitar 2–20% saja sedangkan sisanya terbuang.
Hal tersebut dipaparkan Ns. Muflih, Spesialis Keperawatan Komunitas dari Universitas Respati Yogyakarta Kamis, 7 Agustus 2025 di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan Pemda DIY pada kegiatan Diseminasi Hasil Kajian Pengasuhan Seribu Hari Pertama Kehidupan (100 HPK) Dalam Rangka Percepatan Penurunan Stunting Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hasil penelitian Muflih menunjukkan bahwa konsumsi 1 butir telur fungsional setiap hari selama 42 hari memberikan peningkatan signifikan kadar hemoglobin sebesar 2,8 g/dL dibandingkan kelompok kontrol (0,7 g/dL), serta berdampak pada peningkatan tinggi badan anak.
“Telur fungsional mengandung zat besi heme yang mudah diserap tubuh. Temuan kami menegaskan bahwa intervensi sederhana dan terjangkau seperti ini dapat membantu mempercepat penurunan anemia dan stunting pada anak,” ujar Muflih saat menjelaskan efektivitas telur fungsional dalam meningkatkan kadar hemoglobin pada anak balita anemia.
Telur ayam fungsional dihasilkan dari ayam bahagia, yaitu ayam yang diberikan fasilitas kandang bebas sangkar. Ayam tidak lagi dikurung dalam kandang sempit sehingga bebas bergerak dan berperilaku seperti naluri alamiah ayam misalnya mengais-ngais mencari makan, bergerak bebas, bertengger. Ayam menjadi bebas stres dan “bahagia”. Pakan nabati yang diberikan dibuat dengan teknologi khusus yang bebas bahan kimia serta antibiotik. Dengan pakan dan perlakuan khusus tersebut ayam akan menghasilkan telur dan daging berkualitas tinggi sebagaimana diuraikan di atas.
Penelitan tentang Telur Ayam Bahagia di Indonesia dirintis oleh Professor Ali Agus, Guru Besar Ilmu Peternakan UGM sejak 2018. Ali Agus mengembangkan konsep telur fungsional dari ayam yang dipelihara dengan prinsip animal welfare, yaitu ayam bahagia—dilepasliarkan (cage-free/free-range), tanpa antibiotik, dan dengan pakan khusus untuk meningkatkan nilai gizi telur. Penelitan Ali Agus merupakan respon terhadap pelarangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) di Indonesia
Selain Muflih, Dr. Delima Citra Dewi Gunawan, S.Gz., MKM, RD memaparkan urgensi mencegah transisi dari wasting ke stunting di usia 6–24 bulan sebagai fase kritis tumbuh kembang anak. Sementara Rahayu Widaryanti, SST., M.Kes, membahas hambatan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di daerah pedesaan yang mencakup faktor ekonomi, sosial-budaya, hingga rendahnya pengetahuan keluarga terkait pemberian makan yang tepat.
Rektor Universitas Respati Yogyakarta, Prof. dr. Hari Kusnanto, Dr.PH., Sp.KKLP, dalam sesi diskusi menyampaikan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menyusun kebijakan berbasis bukti. “Kegiatan seperti ini tidak hanya memberikan data, tetapi juga arah strategis dalam membangun kualitas pengasuhan yang berdampak jangka panjang terhadap pembangunan SDM,” ujarnya.
Gubernur DIY dalam sambutan yang dibacakan oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang menginisiasi kegiatan ini. Sedangkan Kepala Perwakilan BKKBN DIY Iqbal Apriansyah menyampaikan harapannya agar program pengasuhan 1000 HPK diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan terarah sehingga mampu berkontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang dimulai sejak terjadinya pembuahan sampai anak berusia 24 bulan merupakan periode krusial yang menentukan masa depan anak. Kualitas pengasuhan pada periode ini berperan penting dalam mencegah stunting, sebuah kondisi yang berdampak jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan anak. (*)